BREAKING NEWS

Thursday, April 16, 2015

Sejarah Budaya Ibadah Gereja



Tuhan tidak hanya mendirikan gereja namun Ia juga memperlengkapi gereja-Nya dengan memberikan akal yang dapat berupa kompleks gagasan atau ide-ide mengenai gereja-Nya sehingga menjadi suatu kebudayaan atau budaya gereja serta menjadi ciri khas gereja.
Dalam usia Gereja Awal (~ 30-312 AD) cara ibadah adalah  dilakukan mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh adaptasi gereja ke perubahan berikut yaitu, pertama penyebaran gereja untuk merangkul banyak dan beragam budaya, yang ke dua  respons gereja terhadap ajaran sesat yang muncul, dan yang ke tiga munculnya keuskupan. Terdapat  kesulitan dalam menyatukan bagaimana dan kapan perubahan terjadi, dan bagaimana mereka. Perjanjian Baru tidak memberikan deskripsi ibadah lengkap dan kemudian material yang samar dan mungkin berisi ketidakakuratan. Namun demikian adalah mungkin untuk mendapatkan gambaran umum tentang pola dan perkembangan.[1]
  Seperti disebutkan dalam paragraf diatas, orang-orang Kristen pertama adalah orang Yahudi dan tinggal di Palestina. Mereka memahami Yesus sebagai Mesias yang diharapkan oleh orang-orang Yahudi, begitu pula awalnya setidaknya melihat diri mereka sebagai gerakan terpisah dari Yudaisme.  Mereka terus beribadah di Bait Suci dan sinagog bersama dengan sesama bangsa mereka, hidup sebagai orang Yahudi yang baik, menjaga hukum. Kristen di Palestina tidak berhenti beribadah di sinagog dan Bait Suci, sampai mereka dilarang sinagog setelah penghancuran Bait Suci di 70AD. Bahkan banyak dari mereka dipaksa keluar dari Palestina oleh penganiayaan.[2]
Akan sangat membantu untuk memberikan gambaran ibadah sinagog karena selain menjadi bagian integral dari ibadah Kristen awal, ketika agama Kristen akhirnya pecah dari Yudaisme dan gereja-gereja non-Yahudi yang didirikan oleh Rasul. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar pola ibadah sinagog terbawa ke dalam pola pelayanan ibadah Kristen. Layanan sinagog Yahudi adalah sebagai berikut: Pertama adalah doa pembuka (pujian). Kedua Doa,  pembacaan 10 Perintah Allah (oleh pembaca) "Amin" respon dari jemaat, 18 doa dan syukur (oleh pembaca) "Amin" respon dari jemaat, pelajaran dari hukum dan pelajaran dari para nabi (baca dalam bahasa Ibrani), homili atau khotbah, berkat dan "Amin". Rincian penting lainnya yaitu pertama setiap orang Yahudi belajar doa atau menujukkan doanya.  Kepemimpinan terdiri dari pemimpin, orang tua (sama dalam derajat), pembaca, penterjemah, pelayan, penjaga gereja (untuk pelayanan kerendahan hati) dan diaken untuk persembahan sedekah. Ketiga,  sinagog berhubungan antara satu sama lain. Layanan diadakan pada hari Sabat, hari Senin dan Kamis. Jam doa adalah pukul 9, 12 dan 3.  Pria dan wanita dibagi atau disekat  oleh tembok rendah atau layar. Selama doa orang berdiri dengan wajah ke Yerusalem.[3]
Sangat mudah untuk melihat bagaimana orang-orang Kristen awal tetap dalam agama Yahudi begitu lama. Sinagog berpusat di sekitar Kitab Suci Yahudi dan menyembah Yahweh. Juga karena setiap orang usia mampu untuk berdoa, membaca dan berbicara maka merupakan tempat  ideal untuk berbicara tentang Yesus dan menunjukkan bagaimana Kitab Suci menunjuk Dia. Pemisahan dari Yudaisme akhirnya terjadi karena mereka tidak percaya  dan memaksa mereka keluar.
Kristen menyembah Yesus sebagai Allah Bapa. Kristen telah menerima Roh meski dengan cara budaya orang-orang Yahudi  yang tidak  membawa iluminasi: mereka (orang-orang percaya) memiliki pemahaman yang berbeda dari jalan keselamatan dan bersukacita bahwa janji-janji telah terpenuhi dan Mesias telah datang, dan sukacita: ibadah mereka ditandai dengan "pujian gembira".[4]
Bersamaan Yudaisme, orang-orang Kristen awal juga memiliki beberapa praktek mereka sendiri, adapun orang-orang Kristen memiliki sakramen-sakramen mereka sendiri, yaitu pertama  Baptisan dan Perjamuan Tuhan (yang telah ditetapkan oleh Kristus), dan pertemuan mereka sendiri seperti yang dijelaskan oleh (Kisah 2:42-47).  Kedua mereka  bertemu setiap hari di Bait Allah dan di rumah-rumah orang-orang percaya (meskipun tampaknya tidak mungkin bahwa ini terus-menerus berkelanjutan). Ketiga tetap teguh dalam doktrin rasul. Keempat persekutuan. Kelima  memecah-mecah  roti (seperti pada malam sebelum Yesus diserahkan). Keenam berdoa dan ketujuh pertemuan mereka yang ditandai dengan kesederhanaan dan kegembiraan. Sementara Paulus pertama kali berbicara di sinagog setempat ketika ia datang ke sebuah tempat yang baru, perselisihan menyebabkan gereja-gereja yang ia dirikan benar-benar terpisah dari Yudaisme.[5]
Gereja Perdana sudah mengenal musik, terutama nyanyian dan musik
instrumental. Musik liturgi Gereja Perdana berakar pada tradisi musik ibadat Yahudi
yang kemungkinan besar tidak diiringi alat musik. Dalam Perjanjian Baru, Gereja Perdana mengenal praktek musik-nyanyian, seperti ketika Yesus dan para murid menyanyikan kidung Hallel sesudah merayakan perjamuan paskah (bdk Mat 26:30; Mrk 14:26). Adanya praktek musik-nyanyian Gereja Perdana dapat tercermin jelas dalam surat Efesus dan Kolose yang menganjurkan umat agar menyanyikan kidung  puji-pujian dan nyanyian rohani dalam pertemuan jemaat “bagi Tuhan dengan  segenap hati” (Ef 5:19; Kol 3:16). [6]
Pengaruh Kristen awal terhadap Ibadah. Yahudi Kristen abad pertama berakar dalam tradisi ibadat  dan memiliki dampak yang cukup besar terhadap perkembangan gereja Kristen awal, khususnya di bidang arsitektur gereja, organisasi, dan liturgi. Pengaruh arsitektur rumah ibadat dan perabot di gereja Kristen awal dapat dilihat dalam penggunaan bema atau panggung, termasuk sebuah altar atau meja (menggantikan tabut Taurat di sinagog) dan mimbar atau podium (mirip dengan podium sinagog yang digunakan untuk pembacaan Kitab Suci dan khotbah). Selain itu, tempat duduk peserta ibadah pada platform (bema) dan mengatur jemaat di deretan bangku yang menghadap platform adalah adaptasi desain rumah ibadat  dan praktek Kristen terhadap sinagog. Kemiripan juga dapat diidentifikasi dalam fungsi petugas sinagog kuno dan petugas gereja Kristen awal. Misalnya, kantor Kristen uskup atau pengawas gabungan beberapa tugas dari kepala rumah ibadat (yang memimpin kebaktian), menteri (yang sering difungsikan sebagai tutor sinagog), dan penerjemah (yang keduanya diterjemahkan dan menjelaskan pelajaran Alkitab dan khotbah). Konsep spiritual leluhur atau penatua di jemaat sinagog terbawa kedalam gereja mula-mula juga.[7] Para sarjana lain mencoba untuk membuktikan bahwa penyembahan Gereja awal dipengaruhi hingga batas tertentu dengan pola
Ibadah Yahudi seperti yang dilakukan tidak hanya di layanan rumah ibadat, tetapi juga di kultus Bait Suci Yerusalem.[8]



[1] Ralph P. Martin, Worship And Liturgy, In Dictionary Of The Later NT, Martin And Davids, Eds., (Downers Grove; ivp,1997), 1225.

[2] Rev. Professor-Emeritus Dr. Lee Nigel Francis, John’s Apocalypse Written Before 70 A.D., (Queensland Presbyterian Theological Seminary,Brisbane: 2003) p.2

[3] Philip Schaff, History of the Christian Church, Vol.1, 212,213

[4]  Ralph P. Martin, Worship and Liturgy, in Dictionary of the Later NT, Martin and Davids, Eds., (Downers Grove; IVP,1997), 1228

[5]  Philip Schaff, History of the Christian Church Vol 1, 213

[6] E. Martasudjita., Pr Dan J. Kristianto, Pr, “Paduan Memilih Nyanyian Liturgi”(Kanisius: 2007)hal 12

[8]  Ralph Martin, Worship in the Early Church, 18-27

Share this:

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes